Mencintai dan Merokok

Sekedar menulis, agak kontras memang antara mencintai dan merokok. Mencintai disini dalam konteks seseorang mencintai seseorang lainnya, misalnya lawan jenis, pacar, istri, kekasih, pacar orang, istri orang, kata "mencintai" secara umum lah... kira-kira begitu.

Dalam kamus bahasa Indonesia, 'mencintai' berarti menaruh kasih sayang kepada.... Sedangkan 'merokok' kegiatan menghisap rokok. Jadi, sekali lagi, memang beda jauh makna mencintai, dan merokok. Mengapa saya mengambil dua kegiatan ini menjadi satu tulisan? Karena dua kegiatan tersebut mempunyai kegiatan yang sama. Kegiatan yang
sama dan kadang tidak disadari oleh orang-orang, terutama oleh orang-orang yang mencintai. Mengapa? Ini dia....

Terkadang, bahkan sering saya mendengar orang-orang yang anti rokok, mengatakan bahwa rokok itu bikin sakit, tapi kenapa orang tetap merokok. Hal ini wajar, karena memang secara fisik sakit. Merokok itu memang sakit. Tapi ada hal-hal yang memang menyenangkan bagi yang menikmati rokok, kegiatan melepas kegelisahan, selesai menikmati makanan, dan lain sebagainya.

Sama halnya dengan mencintai. Saya juga tak jarang mendengar orang-orang yang lagi mencintai itu memberikan sedikit teguran dan pertanyaan, "sudah tau merokok itu bikin sakit, tapi kenapa merokok?" Akan tetapi, orang-orang yang saya tahu sedang mencintai itu sebenarnya sedang sakit hati dengan pasangannya, dimarah-marahin, dicuekin, diselingkuhin, sekarang pertanyaannya, "kenapa masih mencintai dia?"

Sama bukan? Mencintai dan merokok itu adalah kegiatan yang sama, tetapi dengan objek yang berbeda. Sama-sama menikmati kesenangan, tapi dengan objek rokok dan yang satunya adalah objek cinta. Tapi kenapa cinta tidak begitu disoroti? Karena cinta adalah objek abstrak dalam bentuk perasaan, sedangkan rokok dapat dilihat.

Mengapa orang-orang yang sering disakiti dalam hubungan cinta (kebanyakan sih cewek) masih tetap mencintai? Padahal sudah tau pasti sakit, dipukulin lah yang bentuk nyatanya. Nah... hal tersebut sama dengan rokok, sakit juga tetap. Tapi mengapa masih tetap melakukan kegiatan tersebut, itu semua karena emosi yang telah cocok dengan objek tersebut. Emosi memang susah dihilangkan, seperti rasa senang terhadap sesuatu. 

Merokok gampang dihindari, tinggal menghilangkan objek rokok itu dari si perokok, tetapi apakah emosi/perasaan nikmat saat merokok itu bisa dihilangkan? Begitu juga dengan mencintai, gampang dihindari, tinggal menjauhkan diri dengan pasangan, tetapi apakah emosi/perasaan nikmat terhadap seseorang itu bisa dihilangkan dengan mudah?

Tulisan ini tidak menyerang atau membela suatu kaum, baik itu kaum "pecinta" atau "perokok", dan tidak menutup kemungkinan yang mencintai juga merokok, begitu juga sebaliknya. Ini hanya menggambarkan suatu gejala sosial saja, dengan perspektif penulis. Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan :)


1 comment: